Kebudayaan Suku
Jawa dan Kebudayaan Kota Semarang
Kebudayaan Suku jawa
Suku Jawa (Jawa
ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi)
merupakan suku terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,
Jawa Timur,
dan juga Yogyakarta.
Sekitar 41,7% penduduk di Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain tiga provinsi
diatas, suku Jawa juga banyak bermukim di Lampung,
Banten,
Jakarta, dan Sumatera
Utara. Di Jawa Barat mereka lebih banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan juga Cirebon.
Suku Jawa juga mempunyai sub-suku, diantaranya Osing dan Tengger.
Selain itu, suku Jawa berada pula di negara Suriname,
Amerika
Tengah karena zaman kolonial
Belanda suku Jawa dibawa ke sana sebagai pekerja dan kini suku Jawa
disana dikenal sebagai Jawa Suriname.
Bahasa
Sebagian besar suku Jawa menggunakan bahasa Jawa
dalam berkomunikasi dan berbicara sehari-hari. Pada survei yang diadakan majalah Tempo,
awal dasawarsa
1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, sekitar 18% menggunakan
mencampurkan bahasa Jawa dan Indonesia, sedangkan selebihnya hanya menggunakan
bahasa Jawa.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan
kosa kata dan intonasi. Perbedaan tersebut berdasarkan hubungan antara
pembicara dan lawan bicara, yang lebih dikenal dengan unggah-ungguh.
Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa,
serta membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di
masyarakat.
Kepercayaan
Sebagian besar suku Jawa secara
nominal menganut agama islam. Namun tidak jarang pula mereka menganut agama
protestan dan katolik. Kebanyakan mereka terdapat di daerah pedesaan. Selain agama
diatas, mereka juga penganut agama hindu dan Buddha. Ada pula agama kepercayaan
suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen.
Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme
dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal dengan sifatnya
yang sinkretisme
kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai
Jawa sehingga kepercayaan seseorang kadangkala menjadi kabur.
Profesi
Mayoritas suku Jawa berprofesi sebagai
petani, namun saat mereka tinggal di perkotaan mereka mendominasi sebagai
pegawai negeri sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat
legislatif, pejabat kementerian dan militer. Orang Jawa juga banyak yang
bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Orang
Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri terutama di negara
Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat
Arab, Taiwan, AS dan Eropa.
Stratifikasi sosial
Suku Jawa juga terkenal dengan
pembagian golongan-golongan sosialnya. Seorang pakar antropologi
Amerika
yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi
masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu kaum santri, abangan
dan priyayi.
Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang sangat taat,
kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen,
sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi sekarang ini pendapat
Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan
kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan
orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi
seperti orang keturunan Arab, Tionghoa,
dan India.
Seni
Masyarakat Jawa terkenal dengan budaya
seninya, terutama yang dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang.
Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita
Ramayana
dan Mahabharata.
Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk
ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali
memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
Kebudayaan kota Semarang
Kota Semarang adalah ibukota provinsi
Jawa Tengah. Semarang merupakan kota yang dipimpin wali kota Drs. H. Soemarmo
HS, MSi dan juga wakil walikota Hendrar Prihadi, SE, MM. kota semarang terletak
sekitar 446 km disebelah timur Jakarta atau sekitar 312 km sebelah barat Surabaya
dan 624 km sebelah barat daya Banjarmasin. Kota ini berbatasan dengan Laut Jawa
di utara, Kabupaten Demak di timur, Kabupaten Semarang di selatan dan Kabupaten
Kendal di sebelah barat.
Penduduk
Penduduk di kota Semarang umumnya
adalah suku Jawa. Mereka menggunakan bahasa jawa untuk bertutur kata
sehari-hari. Mereka menganut agama islam, dan Semarang memiliki komunitas
tionghoa yang besar. Komunitas tersebut sudah berbaur dengan penduduk wilayah
setempat dan menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi satu sama lain.
Adat Istiadat Semarang
Sebagai ibukota Jawa Tengah, Semarang
memiliki budaya yang sangat kental. Salah satu tradisi adat dari Semarang
adalah perayaan tradisi Dudgeran. Dari tradisi tersebut, kita dapat melihat
percampuran seluruh budaya yang ada di Semarang. Perpaduan budaya tersebut
dapat dilihat pada “warak endog”, adalah boneka binatang rasaksa yang merupakan
mitologis yang digambarkan sebagai symbol akulturasi budaya di Semarang. Kata warak
berasal dari bahasa arab “wara’I” yang artinya suci. Sedangkan edog (telur)
merupakan symbol pahala yang diterima manusia setelah menjalani proses suci.
Kesenian Kota Semarang
Salah satu kesenian di Semarang adalah
tarian. Salah satu tarian yang sering ditampilkan adalah Tari Semarangan. Tarian
ini merupakan salah satu kebudayaan asli kota Semarang. Tarian ini
memiliki tiga jenis gerakan dasar, yaitu “ngondek”, “ngeyek”, dan “genjot”. Ketiga
merupakan gerakan baku yang berpusat pada pinggul, gerakan tangan atau “lambeyan”
merupakan sebuah gerakan yang berpusat pada pergelangan tangan. Selain itu, ada
Tari
Topeng. Para penari mengenakan topeng, namun topeng tersebut
tidak dipakai di wajah, melainkan membuat sebuah komposisi gerakan yang memainkan
dua topeng tersebut. Tari Topeng memang lebih menonjolkan pada busana maupun
properti yang dipakai oleh penarinya.
Gambang Semarang mungkin juga
menjadi salah satu kesenian yang cukup menarik di Semarang. Selain terdiri dari
unsur musik, vokal, dan juga lawak/lelucon, Gambang Semarang juga dipadu dengan
tarian tradisional. Seiring perkembangannya, Gambang Semarang dipadukan pula
dengan seni gerak tari, yang pada masa lampau ditarikan oleh penari-penari transeksual.
Seni tari Gambang Semarang memiliki gerakan yang berpusat pada pinggul
penarinya.
Julukan Kota Semarang
Kota Semarang memiliki beberapa
julukan diantaranya:
- Venice van Java: kota semarang banyak dilaui oleh sungai-sungai, seperti di Venice (Italia) sehingga Belanda menyebut semarang dengan julukan tersebut.
- Kota Lumpia: disebut seperti itu karena semarang terkenal dengan makanan khasnya, yaitu lumpia. Lumpia terbuat dari akulturasi budaya Jawa dan Cina.
- Kota Atlas: maksud kota atlas adalah aman, tertib, lancer, asri dan sehat.
Pariwisata
Beberapa tempat wisata di Semarang:
- Wisata Alam
·
Pulau Tirangcawang, di kelurahan Tugu
·
Pulau Tirang, di kelurahan Tambak
Harjo
·
Pulau Marina, di kelurahan Tawangsari
·
Pantai Maron, di kelurahan Tambak
Harjo
- Wisata Sejarah
·
Museum MURI, di kelurahan Tegalsari
·
Museum Jamu Nyonya Meneer, di
kelurahan Muktiharjo
·
Museum Jawa Tengah, di kelurahan
Gisikdrono
·
Lawang Sewu, di kelurahan Pindrikan
Kidul
- Wisata Religi
·
Masjid Agung Jawa Tengah, di kelurahan
Sambirejo
·
Gereja Blenduk, di kecamatan Semarabg
Utara
·
Candi Tugu, di kelurahan Tugorejo
·
Klenteng Sampoo Kong, di daerah
Simongan
Makanan Khas Semarang
Di bawah ini terdapat beberapa contoh
makanan khas Semarang, diantaranya:
- Bandeng presto
Makanan ini adalah masakan yang paling
khas dan paling terkenal dari kota Semarang. Bahan utamanya tentu saja ikan
bandeng. Cirri yang paling khas dari bandeng presto adalah duri ikan yang sudah
lunak dan mudah diamakan.
- Lumpia
Makan ini terbuat dari lembaran tepung
terigu yang di isi rebung dan juga daging.
- Wingko Babat
Wingko babat terbuat dari beras ketan
dan juga kelapa. Pada awalnya wingki babat berasal dari daerah babat, Jawa
Timur. Akan tetapi seiring waktu, makanan tersebut menjadi cirri khas Semarang.
Candi di Semarang
- Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi). Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C). Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.
Sumber: