Sabtu, 23 November 2013

Ini Reaksi 5 Negara di Dunia Terkait Penyadapan AS



Prancis
NSA diam-diam merekam jutaan percakapan telepon yang dilakukan di Prancis. Pemerintah Prancis pun kaget akan informasi yang diungkap surat kabar Prancis itu. Menurut Le Monde, NSA merekam 70,3 juta panggilan telepon di Prancis selama periode 30 hari antara 10 Desember dan 8 Januari tahun ini. Le Monde menyampaikan hal ini berdasarkan dokumen-dokumen dari pembocor intelijen AS, Edward Snowden. Yang menjadi sasaran penyadapan di antaranya pejabat, pebisnis dan tersangka terror. Menteri Dalam Negeri Prancis Manuel Valls menyebut pemberitaan surat kabar Le Monde itu mengejutkan. Hal itu disampaikan Valls dalam wawancara dengan radio Prancis, Europe 1 seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (21/10/2013). Valls pun akan meminta penjelasan dari pemerintah AS terkait hal ini. Menlu Prancis Laurent Fabius menyebut isu spionase terhadap negaranya "tidak bisa diterima".
Presiden Prancis Francois Hollande mengecam spionase yang dilakukan NSA terhadap warga negara Prancis. Kecaman ini disampaikan terkait pemberitaan surat kabar Prancis yang mengungkapkan bahwa NSA telah menyadap jutaan panggilan telepon yang dilakukan di Prancis. Kementerian Luar Negeri Prancis telah memanggil Dubes AS Charles Rivkin atas dugaan penyadapan tersebut.
Kantor Hollande menyatakan seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (22/10/2013), pemimpin Prancis itu menyampaikan kecaman mendalam atas praktik yang tak bisa diterima ini. Disebutkan bahwa hal itu telah melanggar privasi warga negara Prancis.
AS pun mencoba untuk menenangkan Prancis terkait klaim spionase yang dilakukan NSA, di Prancis. Presiden Barack Obama menghubungi Hollande terkait isu ini. Dalam kesempatan tersebut Hollande dilaporkan menyatakan "ketidaksetujuan yang mendalam".
Hollande pun meminta adanya penjelasan mengenai hal tersebut. Hal tersebut disampaikan Hollande dalam percakapan telepon dengan Presiden AS Barack Obama pada Senin, 21 Oktober waktu setempat.
Jerman
Kanselir Jerman Angela Merkel menelepon Presiden AS Barack Obama setelah menerima informasi bahwa AS mungkin telah menyadap telepon pribadinya.
Seorang juru bicara Merkel mengatakan pimpinan Jerman itu "memandang bahwa praktik penyadapan adalah tindakan yang tidak dapat diterima." Merkel meminta pejabat AS untuk mengklarifikasi seberapa luas pengintaian mereka di Jerman.
Sementara itu Gedung Putih mengatakan Presiden Obama telah menyampaikan kepada Kanselir Merkel bahwa AS tidak memata-matai komunikasinya.
"AS tidak melakukan dan tidak akan memata-matai komunikasi kanselir," kata Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney pada Rabu (23/10).
Namun Carney tidak menjelaskan secara spesifik apakah ponsel Merkel telah disadap di masa lalu. Berlin meminta "penjelasan yang lengkap dan segera" dari Washington tentang apa yang mereka sebut sebagai hal yang dapat secara serius merusak kepercayaan itu.
Dalam sebuah pernyataan: "Diantara sesama kawan dekat selama berpuluh-puluh tahun, Republik Federal Jerman dan AS, seharusnya tidak melakukan pengintaian komunikasi terhadap kepala negara." Merkel meminta Obama untuk "mencegah praktik tersebut segera." Obama meyakinkan Merkel ketika berkunjung pada Juni lalu bahwa warga Jerman tidak dimata-matai.
Meksiko
Meksiko mengutuk keras pemerintah AS atas tuduhan negara adi kuasa itu melakukan aksi mata-mata terhadap pemimpinnya, setelah muncul laporan bahwa surat-surat elektronik mantan Presiden Felipe Calderon diretas oleh NSA AS. Data yang dibocorkan Edward Snowden, menunjukkan peretasan terhadap surat elektronik Presiden Calderon dilakukan tahun 2010, seperti diberitakan majalah Jerman Der Spiegel yang mengutip pernyataan Snowden. Sementara NSA mengawasi komunikasi Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto, bahkan sebelum dia dipilih pada Juli lalu, menurut jurnalis Guardian yang pertama mengangkat skandal pembocoran ini, Glenn Greenwald. Kementerian Luar Negeri Meksiko mengatakan kegiatan mata-mata semacam ini "tak dapat diterima, ilegal" dan berlawanan dengan prinsip berhubungan baik. Mereka mendesak Presiden Obama agar melakukan penyelidikan terhadap tuduhan ini.
"Dalam hubungan antar tetangga dan mitra, tak ada ruang untuk praktik-praktik seperti yang dituduhkan itu," demikian pernyataan kementerian itu.
Brasil
Menurut kolumnis dari surat kabar Guardian, Glen Greenwald, yang mendapatkan sekitar 20 ribu dokumen rahasia NSA dari Edward Snowden dan memberitakannya, dokumen rahasia itu menunjukkan bagaimana Amerika Serikat memata-matai komunikasi antara staf pembantu Presiden Brasil Dilma Rousseff. Dalam dokumen tersebut, NSA juga menggunakan program yang bisa mengakses konten internet yang dikunjungi Rousseff. Kantor Rousseff mengatakan presiden telah mengadakan pertemuan dengan menteri untuk mendiskusikan masalah ini.
Menteri Hukum Brasil, Jose Eduardo Cardozo mengatakan bahwa "jika fakta itu terbukti benar, hal itu tidak dapat diterima dan dapat disebut sebagai serangan terhadap kedaulatan negara kami." Rousseff bereaksi saat berpidato di Sidang Umum PBB di New York, September 2013 lalu. Dia berpidato dan meluapkan kemarahannya dan bahkan menantang Presiden AS Barack Obama yang saat itu sedang menunggu giliran berpidato.
"Data pribadi warga disadap tanpa pandang bulu, informasi perusahaan yang bernilai ekonomis dan bahkan sangat strategis, masuk dalam pusat kegiatan spionase," kata Rousseff.
"Juga misi diplomatik Brasil, di antaranya misi permanen PBB dan kantor presiden republik sendiri, komunikasinya disadap," kata Rousseff, dalam seruan global melawan apa yang dia gambarkan sebagai kekuatan terlalu kuat dari aparat keamanan AS.
"Merusak sedemikian rupa dalam urusan negara lain merupakan pelanggaran hukum internasional dan merupakan penghinaan terhadap prinsip-prinsip yang harus memandu hubungan di antara mereka, terutama di kalangan negara-negara sahabat. Sebuah negara berdaulat tidak dapat membangun dirinya untuk merugikan orang lain, bangsa lain yang berdaulat. Hak untuk keselamatan warga satu negara tidak pernah dapat dijamin dengan melanggar HAM warga negara lain," kata perempuan yang pernah dipenjara dan disiksa karena menjadi gerilyawan oposisi pemerintah diktator militer pada tahun 1970-an ini.
Indonesia
Media Australia memberitakan bahwa rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah disadap saat menghadiri KTT G20 di London, Inggris pada April 2009 lalu. Media Australia itu mengutip sumber anonim dari intelijen dan Kementerian Luar Negeri di negeri Kangguru itu. Media yang memberitakan adalah kelompok Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald, seperti dikutip dari dua media itu yang ditulis pada Jumat (26/7/2013). Sementara yang menjalankan penyadapan disebutkan adalah intelijen AS. "PM Kevin Rudd menerima keuntungan dari kegiatan mata-mata Inggris pada Presiden SBY pada KTT G20 tahun 2009 di London," demikian menurut sumber intelijen dan Kemenlu Australia.
"PM Rudd memiliki keinginan yang besar akan informasi intelijen, terutama pada pemimpin Asia Pasifik, Yudhoyono, Manmohan Singh (PM India) dan Hu Jintao (mantan Presiden China)," demikian kata sumber anonim dari intelijen Australia.
Atas pemberitaan ini, Kepala BIN Marciano Norman mengatakan bahwa Snowdenlah yang menyadap rombongan SBY dan sebaiknya jangan terlalu di percaya.
"Lho, yang membocorkan berita itu kan dia, bahwa dia adalah anggota dari National Security Agency (NSA), kemudian karena intinya terus dia membocorkan itu, sehingga akhirnya dia kan dikejar oleh pemerintah Amerika sendiri dan dia mencari suaka ke mana-mana, yang sekarang akhirnya mendapatkan izin tinggal 1 tahun di Rusia," kata Marciano di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2013).
"Nah maksud saya, sumber seperti itu, orang yang dalam posisi seperti itu jangan terlalu dipercaya gitu lho, karena dia kan punya kepentingan untuk memang mengacaukan itu. Seperti contohnya dia pasti sama Amerika sendiri dia sakit hati, dia membocorkan Amerika begini, Amerika begini, dengan harapan bahwa seluruh peserta G-20 itu sendiri itu dia langsung melakukan protes keras bahwa Amerika melakukan penyadapan," jelas dia.
"Itu belum tentu 100 persen benar. Masih akan kita perdalam," tandas Marciano.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar