Rabu, 27 November 2013

MEMBEDAH LIRIK LAGU MANUSIA SETENGAH DEWA KARYA IWAN FALS



Lirik Lagu Manusia Setengah Dewa

“Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan”

“Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan”

“Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti ku angkat engkau menjadi manusia setengah dewa”

“Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau”

“Tegakkan hokum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti ku angkat engkau menjadi manusia setengah dewa”

Makna Lirik Lagu Manusia Setengah Dewa

Wahai presiden kami yang baru, Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa, Goa yang penuh lumut kebosanan
Makna Denotasi:
Bisa diartikan bahwa penyair menujukan lirik lagu ini kepada presiden yang baru. Kata presiden bermakna kepala negara (bagi negara yang berbentuk republik). Sedangkan kata “baru” bermakna  belum pernah dilihat sebelumnya, dan belum pernah didengar sebelumnya. Namun, kata “baru” disini sebagai keterangan sifat dari kata “presiden“ berarti bahwa lagu ini secara khusus ditujukan kepada presiden yang baru saja akan dilantik pada saat lagu  ini dirillis dalam album yang berjudul “Manusia Setengah Dewa”. Sedangkan kata “suara” bermakna  bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia (seperti pada waktu bercakap–cakap, menyanyi, tertawa dan menangis).
            Kata “goa” bermakna  gorong-gorong, liang, lubang, terowongan. Penulis tidak bisa bayangkan bagaimana bisa Iwan Fals memilih kata gua sebagai sumber dari suara-suara yang ingin presiden dengarkan. Kata “lumut” bermakna tumbuhan hijau atau kuning kecil-kecil yang tumbuh banyak dan berkelompok membentuk bantalan (hamparan) menyerupai beledu pada batu, kayu, tanah, atau tembok yang lembap bryophyta;  kulat. Sedangkan kata “kebosanan” bermakna hal bosan; kejemuan.

Makna Konotasi:
            Kalimat “presiden yang baru” pada lirik di atas sebenarnya belum secara pasti dan tegas ditujukan kepada orang yang jelas. Karena lagu “Manusia Setengah Dewa” ini sudah terlebih dahulu dirilis menjelang Pemilihan Umum (PEMILU) presiden dan wakil presiden pada 5 Juli 2004. Penulis menyatakan secara jelas bahwa lagu ini ditujukan kepada semua calon presiden yang nantinya akan terpilih dan menjabat Presiden. Dalam kenyataannya presiden yang akhirnya terpilih pada PEMILU 5 Juli 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono yang pada saat itu berpasangan dengan Yusuf Kalla. Pengibaratan “suara yang keluar  dari goa” suara tersebut bisa terdengar namun hanya sebatas sayup-sayup yang tidak terdengar jelas dan sulit untuk dipahami. Sehingga goa tersebut pun berubah menjadi goa yang dipenuhi lumut karena tidak juga didengar suaranya yang akhirnya membosankan dan ditinggalkan.

Walau hidup adalah permainan, Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan, Dan kami juga bukan hiburan
Makna Denotasi:
            Kata “main” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti  melakukan perbuatan untuk bersenang-senang. Jadi, permainan adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain; barang atau sesuatu yang yang dipermainkan. Dalam hal ini permainan itu, Iwan Fals mengibaratkan hiduplah yang menjadi permainan. Hiburan adalah sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati (melupakan kesedihan, dan sebagainya).

Makna Konotasi:
            Didalam lirik walaupun Iwan Fals mengibaratkan hidup sebagai permainan dan sebagai hiburan. Namun, ia tetap tidak ingin kehidupan rakyat Indonesia dipermainkan dan dijadikan hiburan bagi presdien, khususnya. “Walau hidup adalah permainan” merujuk pada bahwa Iwan Fals mengibaratkan hidup di dunia adalah permainan. Seperti yang telah penulis katakan di atas bahwa penulis merasa makna lirik ini bersifat sarkasme (Dalam KBBI sarkasme bermakna  (penggunaan)  kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain, cemoohan atau ejekan kasar).

Turunkan harga secepatnya, Berikan kami pekerjaan
Pasti ku angkat engkau menjadi manusia setengah dewa
Makna Denotasi:
            Kata “turunkan” disini merujuk pada kata “harga” yang mengartikan bahwa harga yang dimaksudkan pada lirik tersebut  adalah mahal. Oleh sebab itu, Iwan Fals menginginkan harga untuk diturunkan secepatnya. Pekerjaan adalah barang apa yang dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Dewa adalah orang yang diangan-angankan sebagai manusia halus yang berkuasa atas alam dan manusia; orang atau sesuatu yang dipuja-puja.

Makna Konotasi:
            Kategori kata mahal memang berbeda-beda pada setiap orang. Namun, kata mahal bisa digeneralisasikan apabila dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi sebagian besar rakyat Indonesia sudah sulit untuk dipenuhi, maka dapat dikatakan “harga mahal”. Dan kata “secepatnya” menunjukkan betapa penurunan harga tersebut sangat diharapkan dan dibutuhkan oleh rakyat. “Berikan kami pekerjaan” merujuk bahwa pada saat itu pekerjaan menjadi hal yang sulit untuk didapatkan. Lagu ini dirilis sebelum PEMILU Presiden dan Wakil Presdien tahun 2004. Dengan kata lain, apabila presiden yang baru ini berhasil menuruti permintaan rakyat, maka rakyat akan mengangkatnya menjadi manusia setengah dewa.

Masalah moral masalah akhlak, Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Makna Denotasi:
            Kata “moral” bermakna ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Sedangkan kata “akhlak” bermakna  budi pekerti, kelakuan. Di dalam kamus Tesaurus Bahasa Indonesia kata “moral” dan “akhlak” memiliki makna yang sama.

Makna Konotasi:
            Lirik ini meletakkan jelas bahwa tugas presiden tidak termasuk megurusi masalah akhlak dan moral rakyat. Apabila moral presiden itu sendiri sudah bagus maka moral rakyat pun akan bagus. Telah dijelaskan juga di atas bahwa lirik ini menggambarkan kebebasan pada masing-masing pribadi, baik itu rakyat ataupun presiden dalam  mengurus hal akhlak dan moral.

Peraturan yang sehat yang kami mau, Tegakkan hokum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu, pasti ku angkat engkau menjadi manusia setengah dewa
Makna Denotasi:
            Kata “peraturan” bemakna  tatatan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur. Sedangkan kata “sehat” yang diartikan sebagai keterangan untuk peraturan merujuk pada keadaan yang berjalan dengan baik atau sebagaimana mestinya, seperti keuangan, ekonomi, politik, dsb. Tegak bermakna lurus kearah atas. Sedangkan hukum dalam bermakna peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas. Adil bermakna  tidak  berat sebelah, tidak memihak. Sedangkan tegas bermakna jelas dan terang benar, nyata.

Makna Konotasi:
            Hukum di Indonesia harus ditegakkan dan harus dijalankan secara adil. Itulah kunci agar kemakmuran rakyat Indonesia tercapai. Lirik “tak pandang bulu” berarti hukum dilaksanakan dan dijalankan tanpa melihat siapa dan latar belakang seseorang saat proses penegakan hukum. Di dalam kehidupan politik Indonesia, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono sempat diuji rasa keadilan, ketegasan dan tidak pandang bulunya dalam kasus korupsi yang dilakukan oleh besannya sendiri, yaitu Aulia Pohan.
            Manusia setengah dewa merupakan makhluk khayalan di dalam mitos yang memiliki kehebatan dan kekuatan di dalam dirinya yang dapat digunakan untuk menolong orang disekelilingnya. Hal ini lah yang dimaksud oleh Iwan Fals dengan ide “manusia setengah dewa”. Apabila presiden dapat memenuhi semua permintaan rakyat pada lirik lagu manusia setengah dewa ini pasti presiden tersebut memiliki kekuatan seperti makhluk khayalan pada cerita mitos.

Kesimpulan
            Lirik lagu “Manusia Setengah Dewa” mengandung makna yang merepresentasikan kehidupan politik di Indonesia, khususnya Presiden. Lagu ini merupakan lagu yang  dirilis menjelang Pemilihan Umum, yang dirilis menjelang Pemilihan Umum Presiden tahun 2004. Lirik lagu “Manusia Setengah Dewa” secara langsung ditujukan kepada presiden yang akan terpilih pada Pemilihan Umum Presiden tahun 2004, dalam hal ini yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.  Namun, lirik lagu tersebut masih bisa digunakan dalam merepresentasikan kehidupan presiden dan wakil rakyat (anggota DPR) pada saat sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan politik di Indonesia, khususnya perilaku presiden dan wakil rakyat tidak banyak berubah, karena hal-hal yang dikritik pada tahun 1987 dan 2004 masih bisa digunakan pada masa sekarang.

Sabtu, 23 November 2013

BIOGRAFI PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA PANGERAN DIPONEGORO



 
Pangeran Dipanegara juga sering di eja Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830) melawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.
Asal-usul Dipanegara
Dipanegara adalah putra sulung Hamengkubuwono III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang selir bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Dipanegara bernama kecil Raden Mas Antawirya.
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Dipanegara menolak keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwono III, untuk mengangkatnya menjadi raja.
Dipanegara lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Dipanegara menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujui Dipanegara.
Riwayat perjuangan
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Dipanegara di desa Tegalrejo. Saat itu, beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Dipanegara yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Dipanegara menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Dipanegara menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Dipanegara membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Dipanegara di Goa Selarong.Perjuangan Pangeran Dipanegara ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Dipanegara. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Dipanegara. Sampai akhirnya Dipanegara ditangkap pada 1830.
Perang Diponegoro
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang tak tampak” melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando pangeran Dipanegara. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka, maupun metoda perang gerilya yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan. ini bukan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan. perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf melalui insinuasi dan tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi dimana kedua belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Dipanegara dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Dipanegara terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Dipanegara di Magelang. Di sana, Pangeran Dipanegara menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Dipanegara ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putera Pangeran Diponegoro. Pangeran Alip atau Ki Sodewo atau bagus Singlon, Diponingrat, diponegoro Anom, Pangeran Joned terus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat Putera Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon, sementara Pangeran Joned terbunuh dalam peperangan, begitu juga Ki Sodewo.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Dipanegara dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan Dipanegara, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Dipanegara kala itu. Kini anak cucu Dipanegara dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock tanggal 28 Maret 1830 yang mengakhiri Perang Diponegoro (1825-1830), karya Nicolaas Pieneman.

Penghargaan sebagai Pahlawan
Sebagai penghargaan atas jasa Diponegoro dalam melawan penjajahan. Di beberapa kota besar Indonesia terdapat jalan Diponegoro. Kota Semarang sendiri juga memberikan apresiasi agar nama Pangeran Diponegoro akan senantiasa hidup. Nama nama tempat yang menggunakan nama beliau antara lain Stadion Diponegoro, Jalan diponegoro, Universitas Diponegoro, Kodam IV Diponegoro. Juga ada beberapa patung yang dibuat, patung Diponegoro di Undip Pleburan, patung Diponegoro di Kodam IV Dipanegara serta di pintu masuk Undip Tembalang.
Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 8 Januari tahun 1955 pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, sedangkan pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh Pangeran Diponegoro pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.
Penghargaan tertinggi justru diberikan oleh Dunia, pada 21 Juni 2013 Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (UNESCO) menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro merupakan naskah klasik yang dibuat sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, pada 1832-1833. Babad ini bercerita mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro yang memiliki nama asli Raden Mas Ontowiryo.